Jangan Salah Potong! Ini Makna dan Cara Tepat Menyajikan Tumpeng ala Tradisi Jawa

Jangan Salah Potong! Ini Makna dan Cara Tepat Menyajikan Tumpeng ala Tradisi Jawa


Ilustrasi potong tumpeng.
(foto dari detikjateng)


Solo, TrendLine — Tumpeng, sajian nasi berbentuk kerucut khas Jawa, kerap muncul dalam acara penting seperti syukuran, selamatan, hingga ritual adat. Menurut KBBI VI, tumpeng terdiri dari nasi berbentuk kerucut yang disajikan bersama lauk seperti ayam ingkung, urap, tempe, dan sambal goreng ati.

Dalam buku Filosofi dan Histori Budaya dan Makanan Tradisional Nusantara karya Saeful Kurniawan, tumpeng awalnya merupakan simbol penghormatan terhadap gunung yang dianggap suci, terutama Gunung Mahameru pada masa Hindu. Seiring masuknya Islam, tumpeng berubah menjadi lambang rasa syukur kepada Tuhan.

Namun, memotong tumpeng tidak bisa sembarangan. Berdasarkan jurnal Kajian Etnobiologi Tumpeng, pemotongan ideal dimulai dari bawah, bukan dari puncak. Ini mencerminkan penghormatan dari rakyat ke Tuhan. Puncak tumpeng biasanya diberikan kepada orang yang dituakan sebagai bentuk penghargaan.

Makanan pelengkap tumpeng juga sarat makna. Misalnya, ayam jago melambangkan pengendalian diri, ikan lele menggambarkan ketahanan hidup, dan telur ayam mencerminkan kesetaraan manusia. Cabai merah sebagai simbol semangat, teri untuk kebersamaan, dan urap menyiratkan harapan hidup sejahtera.

Ada banyak jenis tumpeng, seperti tumpeng kendhit (harapan atas solusi hidup), tumpeng punar (penyambutan anak), tumpeng pungkur (upacara kematian), hingga tumpeng rasulan yang disajikan saat Maulid Nabi.

Keseluruhan prosesi tumpeng mencerminkan filosofi hidup masyarakat Jawa: hormat pada leluhur, hidup selaras dengan alam, dan syukur kepada Tuhan.




sumber:

Komentar